Selasa, 01 April 2014

Makalah Kajian Perkembangan Historis Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan/maritim, peranan pelayaran di Indonesia sangat penting bagi kehidupan sosial, ekonomi, pemerintahan, pertahanan/keamanan, dan sebagainya. Bidang kegiatan pelayaran sendiri sangat luas yakni meliputi angkutan penumpang dan barang, penjagaan pantai, hidrogafi, dan lainnya. Untuk mendukung sarana angkutan laut atau kegiatan pelayaran tersebut diperlukan prasarana yang berupa pelabuhan. Pada dasarnya, pelabuhan merupakan tempat pemberhentian kapal setelah melakukan pelayaran yang meliputi bongkar muat barang dan penumpang, pengisian bahan bakar dan air, dan sebagainya. Namun, secara khusus, kegiatan tersebut disesuaikan dengan jenis pelabuhan itu sendiri. Seperti halnya pelabuhan perikanan.
Dalam Kepmen Kelautan dan Perikanan No: KEP.10/MEN/2004 disebutkan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan perikanan. Di dalam Kepmen tersebut, Pelabuhan Perikanan di Indonesia dibagi menjadi 4 kelas, yakni Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) atau Pelabuhan Perikanan Klas A, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) atau Pelabuhan Perikanan Klas B, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPN) atau Pelabuhan Klas C, dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) atau Pelabuhan Perikanan Klas D.
Dari dua belas PPN yang ada di Indonesia, Provinsi Jawa Timur memiliki dua PPN, salah satunya adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong di Kabupaten Lamongan. PPN Brondong memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran 20-30 Gross Tonnage (GT), panjang dermaga 150 m dengan kedalaman -3 m. Pelabuhan Perikanan Brondong mampu menampung kapal sampai 75 unit kapal perikanan per hari dan jumlah ikan yang didaratkan rata-rata 10 ton perhari (Dipiara, 2009). Dilansir dari situs resmi Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (www.pipp.kkp.go.id), Pelabuhan Brondong akan dikembangkan sebagai pelabuhan samudra yang nantinya dapat digunakan sebagai tempat bersandar kapal-kapal besar dari berbagai daerah. Upaya peningkatan status pelabuhan perikanan seperti pada Pelabuhan Brondong tersebut cukup menarik untuk dikaji, terutama jika ditinjau dari segi sejarah perkembangan pelabuhan tersebut sejak mulai berdiri hingga sekarang. Di dalam makalah ini akan dibahas perkembangan pada PPN Brondong tersebut melalui studi pustaka dengan mengumpulkan informasi mengenai PPN Brondong baik dari buku, artikel ilmiah hingga situs internet.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan kondisi yang telah disebutkan sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1.        Bagaimana perkembangan PPN Brondong sejak mulai berdiri hingga hendak dilakukan peningkatan status saat ini?
2.        Apa saja komponen fisik atau fasilitas yang ada di PPN Brondong?
3.        Bagaimana sistem yang bekerja pada PPN Brondong, mulai dari sirkulasi kapal hingga distribusi ikan?
C.     Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah “Kajian Perkembangan Pelabuhan Pantai Nusantara (PPN) Brondong, Lamongan” ini adalah:
1.      Mengetahui perkembangan PPN Brondong sejak didirikan hingga sekarang.
2.      Mengetahui fasilitas-fasilitas yang ada di PPN Brondong.
3.      Mengetahui sistem-sistem kerja yang terdapat pada PPN Brondong..


4.       
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.     Pembagian Jenis Pelabuhan Perikanan di Indonesia
 Dalam Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2004, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan perikanan.
Hanan (2006) menyatakan bahwa pengklasifikasian pelabuhan perikanan di berbagai negara berbeda-beda sesuai dengan tingkat kebutuhannya masing-masing. Perbedaan pengklasifikasian tersebut tergantung dari tipe pengelolaan yang dipakai, kondisi ekonomi, politik dan budaya serta tujuan pengembangan dari negara yang bersangkutan. Indonesia juga memiliki kriteria tersendiri dalam menentukan klasifikasi pelabuhan perikanan.
Berdasarkan Kepmen Kelautan dan Perikanan No: KEP.10/MEN/2004 tentang Pelabuhan Perikanan, sesuai bobot kerja, produktivitas, kapasitas sarana pokok, fungsional dan penunjang serta pengembangnnya, pelabuhan perikanan di Indonesia diklasifikasikan menjadi 4 kelas, dengan kriteria sebagai berikut:
1.      Pelabuhan Perikanan Samudra (tipe A)
·      Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan >50 GT dan kapal pengangkutan ikan 500-1000 GT.
·      Melayani kapal-kapal perikanan 100 unit per hari.
·      Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri perikanan.
·     Skala layanannya sekurang-kurangnya mencakup kegiatan usaha perikanan di wilayah laut teritorial, ZEE Indonesia, dan wilayah perairan internasional.
·      Contoh: PPS Belawan (Medan), PPS Bitung, PPS Bungus (Padang), PPS Cilacap, PPS Jakarta, dan PPS Kendari.
2.      Pelabuhan Perikanan Nusantara (tipe B)
·      Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan 30-50 GT.
·      Melayani kapal-kapal perikanan 50 unit per hari.
·      Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri.
·    Skala layanan sekurang-kurangnya mencakup kegiatan usaha perikanan di wilayah laut teritorial dan wilayah ZEE Indonesia.
·  Contoh: PPN Ambon, PPN Brondong (Lamongan), PPN Palabuhan Ratu (Sukabumi), PPN Pekalongan, PPN Prigi (Trenggalek).
3.      Pelabuhan Perikanan Pantai (tipe C)
·      Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan 10 GT.
·      Melayani kapal-kapal perikanan sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan.
·      Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri perikanan.
·  Skala layanan sekurang-kurangnya mencakup kegiatan usaha perikanan di wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, dan ZEE Indonesia.
·      Contoh: PPP Banjarmasin, PPP Bajomulyo (Pati), PPP Dagho, PPP Eretan (Cirebon), dan PPP Kupang.
4.      Pangkalan Pendaratan Ikan (tipe D)
·      Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan < 10 GT.
·      Melayani kapal-kapal perikanan sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan.
·      Dekat dengan pemukiman nelayan.
·  Skala pelayanan sekurang-kurangnya mencakup kegiatan usaha perikanan di wilayah perairan pendalaman dan perairan kepulauan.
·      PPI Baubau, PPI Ketapang, dan PPI Alasdowo.
B.     Komponen atau Fasilitas dalam Pelabuhan Perikanan di Indonesia
Kapasitas dan jenis fsilitas yang ada di suatu pelabuhan perikanan umumnya akan menentukan skala atau tipe dari suatu pelabuhan dan akan berkaitan pula dengan skala usaha perikanannya. Fasilitas-fasilitas tersebut selanjutnya akan berkembang sesuai dengan kemajuan usaha perikannannya. Berkembangnya fasilitas-fasilitas tersebut dapat berarti bertambahnya fasilitas baru dan atau bertambahnya kapasitas dari fasilitas yang telah ada. Dengan kata lain jenis dan kapasitas fasilitas yang ada berkembang sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan (Lubis, 2002 dalam Hanan, 2006).
Berdasarkan Kepmen Kelautan dan Perikanan No: KEP.10/MEN/2004, fasilitas pelabuhan perikanan meliputi fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunnjang.
1.      Fasilitas Pokok, antara lain:
a.       Fasilitas pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin;
b.      Fasilitas tambat seperti dermaga dan jetty;
c.       Fasilitas periran seperti kolam dan alur pelayaran;
d.      Fasilitas penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan;
e.       Fasilitas lahan seprti lahan Pelabuhan Perikanan.
2.      Fasilitas Fungsional, antara lain:
a.       Fasilitas pemasaran hasil perikanan seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan Pasar Ikan;
b.      Fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas.
c.       Fasilitas suplai air bersih, es, listrik, dan bahan bakar;
d.      Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan seperti dock/slipway, bengkel, dan tempat perbaikan barang;
e.  Fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu;
f.       Fasilitas perkantoran seperti Kantor Administrasi Pelabuhan dan kantor swasta lainnya;
g.      Fasilitas transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan es;
h.      Fasilitas pengolahan limbah seperti IPAL.
3.      Fasilitas Penunjang, antara lain:
a.       Fasilitas pembinaan nelayan seperti Balai Pertemuan Nelayan;
b.  Fasilitas Pengelola Pelabuhan sperti Mess Operator, Pos Jaga, dan Pos Pelayanan Terpadu;
c.     Fasilitas sosial dan umum seperti Tempat Penginapan Nelayan, tempat peribadatan, MCK, Guest House, dan Kios;
d.      Fasilitas Kios IPTEK.
Untuk bisa memberikan pelayanan hasil penangkapan ikan dengan cepat, maka dermaga pada pelabuhan ikan dibedakan menjadi tiga macam (Triatmodjo, 2010), yaitu:
1.      Dermaga Bongkar, digunakan oleh kapal-kapal yang baru datang dari melaut untuk membongkar hasil tangkapan ikan. Agar dermaga bongkar dapat digunakan lagi oleh kapal yang datang berikutnya, setelah semua hasil tangkapan ikan diangkut ke TPI, kapal segera meninggalkan dermaga bongkar menuju dermaga tambat.
2.      Dermaga Tambat, digunakan untuk menambatkan kapal dan ABK bisa pulang ke rumah unutk beristirahat setelah berada di laut untuk menangkap ikan selama waktu tertentu. Di dermaga ini ABK melakukan persiapan untuk melaut berikutnya. Di dermaga tambat disediakan lahan untuk penjemuran jaring dan bangunan untuk menjurai dan memperbaiki jaring, serta penyimpanan alat tangkap dan suku cadang.
3.      Dermaga Perbekalan, digunakan untuk mempersiapkan bekal yang akan dibawa melaut. Bahan pokok yang disiapkan untuk melaut adalah bahan makanan, air tawar, bahan bakar minyak, dan es.



PEMBAHASAN

A.     Perkembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Ditinjau dari Segi Historis
Dalam situs resmi Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (www.pipp.kkp.go.id) disebutkan bahwa Pelabuhan Perikanan Brondong adalah pelabuhan yang temasuk pelabuhan perikanan pantai. Pelabuhan perikanan ini terletak pada Provinsi Jawa Timur, Kota Madya Lamongan, Kecamatan Brondong, Kelurahan Brondong. Untuk mendukung sistem distribusi perikanan pada pelabuhan ini, pelabuhan ini dilengkapi dengan akses jalan utama yang menghubungkan pelabuhan perikanan tersebut ke beberapa lokasi strategis di wilayahnya.  Jarak tempuh antara pelabuhan Brondong dengan lokasi strategis tersebut adalah sebagai berikut, jarak tempuh dengan Kantor Pemerintah Provinsi 70 km, jarak tempuh ke Kantor Kota Madya adalah 40 km, kemudian jarak tempuh ke Kantor Kecamatan 1 km.
Untuk menunjang pengolahan maupun pemasaran, dalam hal ini ekspor maupun impor dalam produk perikanan pelabuhan ini ditunjang juga dengan akses jalan menuju bandara dengan jarak tempuh 80 km ke Bandara Juanda - Surabaya. Untuk menunjang kegiatan distribusi melalui laut, pelabuhan ini di tunjang dengan akses jalan darat sejauh 3 km dari Pelabuhan Sedayulawas, 60 km dari Pelabuhan Gresik dan 70 km dari Pelabuhan Tanjung Perak - Surabaya.
Hanan (2006) menyebutkan bahwa sejarah awal keberadaan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong sebenarnya sudah dimulai sejak masih dalam Pemerintahan Hindia Belanda. Hal ini terbukti dari peninggalan Tugu Peringatan Van der Wick pada sekitar tahun 1963. Pada saat tersebut memang masih berupa pusat pendaratan ikan (PPI) sebagai tempat nelayan Brondong dan sekitarnya mendaratkan ikan hasil tangkapannya. Selanjutnya karena kegiatan nelayan semakin berkembang, maka pada tahun 1978 status pengelolaannya di bawah pemerintah pusat. Kemudian pada tahun 1987, berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 428/KPTS/410/1987, tanggal 14 Juli 1987 secara resmi ditetapkan menjadi unit pelaksana teknis (UPT) Pelabuhan Perikanan Nusantara (Type B).
Sedangkan sejarah berdirinya PPN Brondong mulai dibangun pada tahun 1980/1981 dengan mengembangkan PPI yang sudah ada sebelumnya. Ijin pengembangannya diperoleh dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan melalui surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. B. IX-22 CY/PP 72 tanggal 3 November 1986. berdasarkan SK Menteri No. 428/Kpts/410/1987, PPN Brondong secara resmi ditetapkan menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat (Type B), Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan Bidang Prasarana dan Sarana Perikanan khususnya bidang Pelabuhan. Dengan adanya SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep 26 I/MEN/2001 maka Pelabuhan Perikanan diganti menjadi UPT Departemen Kelautan dan Perikanan dibidang Prasarana Pelabuhan Perikanan yang berada dibawah dan bertangung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (Dipiara, 2009).
B.     Komponen Fisik atau Fasilitas Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong, Lamongan
Pelabuhan ini memiliki fasilitas di sisi laut diantaranya causewaytrestle, platform dermaga, plencengan utama, plencengan di platform, catwalkbreakwater sisi barat dan timur serta kolam pelabuhan. Sementara di sisi darat tersedia fasilitas lapangan parkir, gedung terminal dua lantai, toilet umum, kantin, pos jaga, instalasi air bersih, genset dan rumah genset, sarana penerangan, reservoir air, tangki BBM dan Musholla. Fasilitas keselamatan juga tersedia berupa menara suar dan rambu pintu masuk. Selain itu juga ada bunker BBM, bunker air dan terminal transit di atas platform. Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong (PPN Brondong) memiliki fasilitas terlengkap dibandingkan pelabuhan perikanan lainnya yang ada di wilayah Kabupaten Lamongan. Secara umum, pengelolaan fasilitas di area pelabuhan ini terbagi dua yaitu UPT PPN Brondong dan Perum perikanan (BUMN). Berbagai fasilitas tersebut dikelompokkan menjadi fasilitas pokok, fasilitas penunjang, dan fasilitas fungsional.


1.         Fasilitas pokok
Fasilitas pokok merupakan fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas pokok sering juga disebut dengan infrastruktur utama. Fasilitas ini diperlukan dalam menjamin keamanan dan kelancaran kapal sewaktu keluar masuk pelabuhan dan selama berlabuh di area pelabuhan. Fasilitas–fasilitas pokok yang terdapat di PPN Brondong dapat dilihat pada tabel berikut:
No.
Jenis Fasilitas
Volume
Satuan
Kepemilikan
1
Areal pelabuhan 1
2,588
Ha
Perum
2
Areal pelabuhan 2
10,55
Ha
PPN Brondong
3
Dermaga
364,5
m2
PPN Brondong
4
Kolam pelabuhan
23,4
Ha
PPN Brondong
5
Turap
2.763,5
m2
PPN Brondong
6
Jalan komplek
636,5
M
PPN Brondong
7
Breakwater
292
M
PPN Brondong
Sumber : PPN Brondong, 2011
Dermaga Penyeberangan Paciran, Lamongan ini dibangun dua lantai dengan luas 500m2. Seusai melihat fasilitas gedung, Wamenhub mengatakan dermaga ini harus terus dipelihara dan dijaga kebersihannya, tidak hanya pada saat peresmian namun selama digunakan untuk pelayanan transportasi, kebersihan dan ketertiban gedung terminal penumpang harus tetap terjaga.
Rencananya Pemprov Jawa Timur, Pemkab Lamongan dan PT ASDP akan bekerjasama dalam mengelola pelabuhan penyeberangan ini. Dengan rencana frekuensi 2 kali seminggu ke Bawean (kapasitas 400 penumpang, 15 kendaraan), 2 kali seminggu ke Garongkong (kapasitas 1000 penumpang, 40 kendaraan) dan 2 kali seminggu ke Pulang Pisang (kapasitas 1000 penumpang, 40 kendaraan).
2.         Fasilitas penunjang
Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan atau para pelaku usaha untuk mendapatkan kenyamanan dalam melakukan berbagai aktifitas di area pelabuhan. Fasilitas penunjang yang ada di PPN Brondong dapat di lihat pada tabel berikut.
No
Jenis Fasilitas
Volume
Satuan
Kepemilikan
1
Tempat ibadah
100
m2
PPN Brondong
2
Pagar keliling
380
m2
PPN Brondong
3
Mess operator
250
m2
Perum
4
Rumah kalabuh
120
m2
Perum
5
Rumah dinas
170
m2
Perum
6
Kios / warung
250
m2
Perum
Sumber : PPN Brondong, 2011
3.      Fasilitas fungsional
Fungsi dari fasilitas fungsional ini adalah untuk meningkatkan nilai guna dari fasilitas pokok yang dapat menunjang aktifitas di pelabuhan. Keberadaan fasilitas ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan operasional di pelabuhan perikanan tersebut. Oleh karena itu, fasilitas fungsional ini juga sering disebut dengan suprastruktur. Keberadaan fasilitas fungsional di PPN Brondong dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
No
Jenis Fasilitas
Volume
Satuan
Kepemilikan
1
Gedung TPI
1080
m2
Perum
2
Gedung PPDI
4.826,25
m2
PPN Brondong
3
Pos Jaga
24
m2
PPN Brondong
4
Tandon bawah
270,11
m2
PPN Brondong
5
Tandon atas
22,5
m2
PPN Brondong
6
Gudang keranjang
100
m2
Perum
7
Shelter nelayan
100
m2
Perum
8
Tangki air & instalasi
170
m2
Perum
9
Tangki BBM 1
150
Ton
Perum
10
Tangki BBM 2
25
Ton
Perum
11
Listrik & instalasi
345
KVA
Perum
12
Genset & instalasi
170
KVA
Perum
13
Tempat penjualan BBM
36
m2
Perum
14
Bengkel
120
m2
Perum
15
Kantor Perum
200
m2
Perum
16
Pabrik es balok 1
15
Ton/Hari
Perum
17
Pabrik es balok 2
50
Ton/Hari
Perum
18
Pabrik es curah
-
-
Perum (Rusak)
19
Ruang pengepakn ikan
240
m2
Perum
20
Areal parkir
800
m2
Perum
21
Ruang sortir ikan
120
m2
Perum
22
Rumah genset
60
m2
Perum
23
Tower air
1
Unit
Perum
24
BPN
125
m2
PPN Brondong
25
Radio SSB
2
Unit
PPN Brondong
26
Pos masuk
5
m2
PPN Brondong
27
Kantor Pelabuhan
348
m2
PPN Brondong
28
Los pemindangan ikan
180
m2
PPN Brondong
29
MCK
60
m2
PPN Brondong
30
Los. Pem. Kep ikan
300
m2
PPN Brondong
31
Refer container
1
Unit
PPN Brondong
32
R. Navigasi di laut
2
Buah
PPN Brondong
33
R. Navigasi di darat
2
Buah
PPN Brondong
34
Pompa sanitair
1
Unit
PPN Brondong
Sumber : PPN Brondong, 2011
C.     Sistem Operasional di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong, Lamongan
Tingkat operasional Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong dalam kegiatan ekonomi disekitarnya telah memberikan manfaat yang cukup tinggi, seperti memberikan pelayanan serta fasilitas produksi beserta pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya penangkapan untuk kelestariannya. Tingkat operasional Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong dalam kegiatan ekonomi disekitarnya telah memberikan manfaat yang cukup tinggi, seperti memberikan pelayanan serta fasilitas produksi beserta pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya penangkapan untuk kelestariannya.
1.    Jumlah Kunjungan Kapal Perikanan
Kegiatan pendaratan atau frekuensi kedatangan kapal yang ada di PPN Brondong dari segi pelaksanaannya sudah berlangsung dengan baik. Kapal yang melakukan pendaftaraan rata-rata 50 kapal per hari dengan ukuran kapal 5-50 GT. Pendaratan atau kedatangan kapal di PPN Brondong tidak hanya berasal dari nelayan setempat tetapi juga berasal dari Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, dan Muncar. Hal ini membuat aktivitas di pelabuhan sangat ramai (Hanan, 2006).
Menurut Dipiara (2009), jumlah kunjungan kapal/perahu pada suatu pelabuhan dapat menjadi suatu indikator besarnya tingkat operasional pelabuhan tersebut. Dibanding tahun 2006 jumlah kunjungan kapal pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 15%. Pada tahun 2007 jumlah kunjungan kapal sebanyak 24.379 kapal termasuk kapal collecting yaitu kapal yang mengangkut ikan bukan berasal dari tangkapannya sendiri. Namun bila dlihat dari jumlah tersebumenunjukkan bahwa keberadaan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong sangat diperlukan karena harga jual ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong relatif stabil.
2.    Jumlah Produksi Ikan yang didaratkan
Berdasarkan data yang diperoleh Hanan (2006), produksi ikan yang didaratkan di PPN Brndong selama kurun waktu 1994-2004 berfluktuasi. Selama kurun waktu sebelas tahun terakhir tersebuut produksi ikan di PPN Brondong mengalami pertumbuhan sebesar 8 %. Produksi ikan tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 45.947 ton dan terendah pada tahun 2000 sebesar 18.304 ton. Produksi tinggi ini diduga karena harga jual yang ditawarkan dalam pelelangan mencapai Rp 4564,000/kg tertinggi dalam kurun waktu sebelas tahun terakhir sehingga nelayan daari daerah lain berdatangan ke PPN Brondong. Dengan tingginya harga jual ikan ini, diharapkan tingkat kesejahteraan nelayan akan semakin baik.
Produksi yang tinggi ini diharapkan menjaga keberlangsungan kegiatan industri perikanan yang secara langsung berdampak terhadap kontinuitas produksi hasil perikanan. Produksi ikan yang kontinu diperlukan agar mampu menjaga stabilitas ekonomi perikanan di suatu wilayah pelabuhan. Produksi ikan per alat tangkap di PPN Brondong di dominasi oleh alat tangkap dogol. Produksi alat tangkap dogol pada tahun 2004 menyumbang produksi ikan terbesar mencapai 33.050 ton (71,93%) dari total produksi sebesar 45.947 ton, sedangkan yang terkecil adalah alat tangkap payang sebesar 451 ton (0,98%).
Alat tangkap dogol atau dalam istilah lokal disebut cantrang merupakan alat tangkap yang cukup banyak menyumbang produksi ikan dengan rata-rata kenaikan tiap tahun sebesar 16 %, sedangkan alat tangkap gilolnet dari tahun 1994-2004 mengalami penurunan produksi rata-rata terbesar sebesar 26 %. Hal ini dikarenakan nelayan mulai beralih menggunakan alat tangkap dogol yang lebih menguntungkan dan biayaya operasional yang relatif lebih kecil.
3.    Pengolahan dan Pemasaran Ikan
Hanan (2006) menyatakan unit pengolahan ikan yang ada di PPN Brondong antara lain adalah pemindangan, pengasinan dan pemanggangan. Jumlah pengolah ikan yang ada disekitar pelabuhan untuk jenis pengolahan pindangan 17 orang, pengolaha pengeringan 15 orang dan pengolah panggangan 5 orang. Pengolah ikan yang berjumlah 37 orang sampai saat ini masih mampu menampung jumlah produksi yang didaratkan tetapi dalam perkembangan nanti diharapkan jumlah produksi pengolahan ikan ditambah terkait dengan tingkat produksi ikan yang diperkirakan meningkat. Hal lain yang perlu menapatkan perhatian adalah pembangunan industri pengolahan ikan dengan kualitas produksi yang mampu memenuhi standar produksi ekspor sehingga tidak prlu lagi mengirim ke pengusaha di Surabaya.
Produksi ikan hasil tangkapan yang didaratkan sekitar 28.103 ton (61,16%) berupa ikan segar dan selebihnya adalah berupa ikan asin yang diolah menjadi ikan pindangan serta diolah dalam bentuk ikan panggang. Ikan yang diolah dalam bentuk ikan pindang kenaikannya sebesar 7 % dengan jumlah terbesar terjadipada tahun 2003 sebesar 8.693 ton. Ikan asin juga mengalami kenaikan tiap tahunnya sebesar 22%. Semua bentuk olahan ikan mengalami kenaikan, hal ini dikarenakan peningkatan permintaan konsumen dari tahun ke tahun mengalami peningkatan terhadap semua jenis olahan. Produksi ikan segar tiap tahunya mengalami kenaikan sebesar 9% dengan jumlah terbesar pada tahn 2004 sebesar 28.103 ton.
4.    Pelelangan Hasil Tangkapan
Menurut Hanan (2006), pelaksanan lelang dua kali dalam sehari di PPN Brondong dan diselenggarakan oleh KUD Mina Tani Brondong. Perda yang diberlakukan di TPI PPN Brondong adalah Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 04 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Daerah Kabupaten Lamongan, Nomor 05 Tahun 2000 tentang Retribusi Pasar Grosir Penyelenggaraan Pelelangan Ikan dan untuk Pelayanan Penyelengaraan Pelelangan Ikan di TPI ditetakan sebesar 5% dari harga transaksi penjualan ikan dengan ketentuan 2,5% dipungut dari pedagang/bakul/pembeli ikan dan 2,5% dipungut dari nelayan/petani ikan/penjual.
Pelelangan ikan di PPN Brondong belum terlaksana dengan baik karena rata-rta ikan yang didaratkan sudah ada pedagang yang menampung. Hali inii membuat aktivitas lelang kurang berjalan dengan semestinya. Ikan-ikan yang didaratkan oleh nelayan terlebih dahlu ditimbang dan pada waktu itu biasanya sudah terjadi kesepakatan harga dengan pembeli. Setelah terjadi kesepakatan harga kemudian membayar retribusi yang dilakukan secara sukarela leh pedagang/nelayan.
Para pembeli biasanya adalah pemilik kapal yang menyewakan kapalnya dengan catatan hasil tangkapannya akan dijual ke pemilik kapal tersebut. Keadaan seperti ini membuat nelayan tidak jarang mendapatkan harga yang kurang baik. Para pembeli jugaa biasanya adalah yang mempunyai modal besar dan membawahi beberapa nelayan.
Pada dasarnya harga ikan yang ditawarkan di PPN brondong lebih tinggi daripada di tempat lain. Hal inilah yang menarik nelayan dari daerah lain untuk mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Brondong, diantara adalah nelayan Prigi, Kalimantan Selatan, Jwaa Tengah dan Muncar.
Dikaitkan upaya peningkatan status PPN Brondong menjadi PPS, maka aktivitas pelelangan dua kali dalam sehari memberikan keuntungan pada pihak PPN Brondong, nelayan serta pengusaha. Keuntungan yang didapat nelayan adalah pilihan dalam melakukan aktivitas pelelangan yaitu pada siang atau siang hari. Apabila nelayan terlambat dalam mngikuti kegiatan pelelangan pada pagi hari, maka nelayan dapat menunggu untk pelelangan pada siang hari sehingga diharapkan ikan yang didaratkan tidak sia-sia. Bagi pihak pelabuhan diharapkan aktivitas pelelangan yang berlangsung dua kali dapat meningkatkan pendapatan pelabuhan dan menjamin tersedianya pasokan ikan yang akan dim anfaatkan oleh pengusaha, sehingga diharapkan keberlanjutan ekonomi pelabuhan dapat terus berlangsung.
5.    Penyediaan Perbekalan Melaut
Penyediaan bahan perbekalan melaut seperti solar, oli, es, garam dan air tawar diusahakan oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Brondong dan KUD Mina Tani. Bahan perbekalan ini dapat diperoleh langsung dikawasan pelabuhan sehingga memudahkannelayan dalam menyediakan keperluan logistik kapal sedangkan memudahkan nelayan dalam menyediakan keperluan logistik kapal, sedangkan untuk kebutuhan bhan makanan (beras,minyak, gula,dan lain-lain) biasanya di-supply dari luar pelabuhan.
Di dalam kawasan pelabuhan terdapat 2 pabrik es yang beroperasi yaitu pabrik es milik Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Brondong dengan kapasitas 65 ton/hari dan pabrik es PT. Tirta Maharani dengan kapasitas 60 ton/hari. Aktivitas penyediaan pembekalan melaut di PPN Brondong secara keseluruhan sudah terpenuhi dengan baik dan terdapat peluang pengembangan usaha di bidang pentediaan es dan BBM. Peluang pengembangan usaha ini dikarenakan kebutuhan es yang terus menerus meningkat untuk perbekalan melaut dan aktivitas penanganan di daratan (Hanan, 2006).


PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dari pembahasan tentang perkembangan PPN Brondong, Lamongan , dapat ditarik kesimpilan bahwa:
1.    Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan perikanan.
2.    Pelabuhan Brondong tergolong dalam Pelabuhan Perikanan Klas B yang berdiri sejak masa Pemerintahan Hindia Belanda dengan status awal sebagai Pangkalan Pendaratan Ikan. Pada tahun 1987 status Pelabuhan Brondong ditingkatkan menjadi Pelabuhan Perikanan Nusantara. Saat ini, PPN Brondong sedang diupayakan untuk ditaingkatkan sebagai Pelabuhan Perikanan Samudera (Klas A).
3.    Fasilitas di PPN Brondong terdiri dari fasilitas pokok, penunjang, dan fungsional. Fasilitas di sisi laut diantaranya causewaytrestle, platform dermaga, plencengan utama, plencengan di platform, catwalkbreakwater sisi barat dan timur serta kolam pelabuhan. Fasilitas di darat antara lain lapangan parkir, gedung terminal dua lantai, toilet umum, kantin, pos jaga, instalasi air bersih, genset dan rumah genset, sarana penerangan, reservoir air, tangki BBM dan musholla. Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong (PPN Brondong) memiliki fasilitas terlengkap dibandingkan pelabuhan perikanan lainnya yang ada di wilayah Kabupaten Lamongan.
4.    Tingkat operasional Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong dalam kegiatan ekonomi disekitarnya telah memberikan manfaat yang cukup tinggi, seperti memberikan pelayanan serta fasilitas produksi beserta pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya penangkapan untuk kelestariannya.
B.     Saran
Berdasarkan pembahasan, saran yang bisa diberikan adalah:
1.      Dalam pengembangan suatu pelabuhan sebaiknya perlu diperhatikan aspek lingkungan serta kemanfaatan bagi masyarakat sekitar.
2.      Jika suatu pelabuhan ditingkatkan kelas atau tipenya sebaiknya juga perlu ditingkatkan kualitas pelayanan baik dari fasilitas maupun sistemnya.
3.      Keberadaan pelabuhan perikanan sangat penting bagi masyarakat di sekitar pantai terutama nelayan, sehingga perbaikan-perbaikan kualitas dan kuantitas pelabuhan di Indonesia perlu ditingkatkan.


Daftar Rujukan
Dipiara, Teddy Djaim. 2009. Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondonghttp://djaim-dipiara.blogspot.com/2009/05/pelabuhan-perikanan-nusantara-brondong.html. Diakses pada 09 Januari 2014, pukul 12:00 WIB
Hanan, Farih Achmad. 2006. Kajian Awal Peningkatan Status Pelabuhan Perikanan Nusantara (Tipe B) di Brondong Lamongan Menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera (Tipe A) Ditinjau dari Teknis Operasional. Skripsi. Insitut Pertanian Bogor. Bogor
Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2013. http://www.pipp.kkp.go.id. Diakses pada 09 Januari 2013, pukul 12:00 WIB
Republik Indonesia. 2004. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2004 Tentang Pelabuhan Perikanan. Menteri Kelautan dan Perikanan. Jakarta

Triatmodjo, Bambang. 2010. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar