Rabu, 17 September 2014

Laporan Echosounder

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang belum tereksploitasi secara optimal, meskipun telah dilakukan berbagai penerapan metode penangkapan, penggunaan bermacam jenis alat penangkapan maupun modifikasi pada alat tangkap. Hal ini disebabkan karena proses penangkapan tidak didukung oleh ketersediaan informasi  tentang  daerah penangkapan dan tentang sumberdaya ikan itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memperoleh informasi tersebut yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan metode akustik.
Metode akustik merupakan metode yang menggunakan gelombang suara dan perambatannva untuk mendeteksi  obvek atau target dalam suatu medium. Metode akustik ini dapat memberikan informasi yang detail tentang densitas, distribusi kedalaman renang, ukuran panjang ikan dan variasi migrasi diurnal (Susandi, 2004). Menurut Hodges (2010), istilah "akustik" mengacu pada gelombang suara yang bergerak dalam berbagai media. Gelombang akustik datang dalam dua jenis: longitudinal atau kompresi dan transversal atau bergeser. Di dalam air, hanya hanya gelombang longitudinal atau kompresi saja yang didukung karena air memiliki kekuatan bergeser yang lemah.
Burczynski (1982) dalam Wijaksana (2008) mengungkapkan bahwa metode akustik digunakan untuk menentukan perubahan kelimpahan stok ikan, dengan menggunakan sistem pemancar yang memancarkan sinyal akustik secara vertikal disebut echosounder, sedangkan yang memancarkan sinyal akustik secara horizontal disebut sonar. Penggunaan echosounder disebut dengan echosounding. Menurut Firdaus (2008), echosounding adalah teknik untuk mengukur kedalaman air dengan memancarkan pulsa-pulsa yang teratur dari permukaan air dan kemudian pantulan gema (echo) yang datang dari dasar laut tersebut didengar kembali.

1.2  Tujuan dan Manfaat Praktikum
Tujuan dari praktikum akustik kelautan mengenai echosounder antara lain:
a.    Untuk mengetahui prinsip dasar akustik kelautan dan fungsi kegunaannya.
b.    Untuk mengetahui alat-alat yang bekerja sesuai prinsip akustik kelautan dengan cara pengoperasiannya.
c.    Untuk mengetahui bagian-bagian alat echosounder serta fungsi.
d.    Untuk mengetahui cara kerja dan cara pengoperasian echosounder di bidang perikanan serta kelebihan dan kekurangannya.
Adapun manfaat dari praktikum akustik kelautan mengenai echosounder antara lain:
a.   Mahasiswa mengetahui prinsip dasar dan cara kerja akustik kelautan
b.   Mahasiswa mengetahui alat-alat yang bekerja sesuai prinsip akustik kelautan (alat-alat akustik) serta cara pengoperasiannya.
c.   Untuk mengetahui bagian-bagian alat echosounder serta fungsinya.
d.   Untuk mengetahui cara kerja dan cara pengoperasian echosounder di bidang perikanan serta kelebihan dan kekurangannya.

1.3  Tempat dan Waktu
Praktikum akustik kelautan mengenai echosounder ini dilakukan sebanyak dua sesi, yakni praktikum laboratorium dan praktikum lapang. Praktikum laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Penangkapan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, pada hari Rabu, 9 Oktober 2013, pukul 10:00-10:45.
Sedang praktikum lapang dilaksanakan pada hari Sabtu, 16 November 2013, pukul 10:00-13:30 WIB, yang bertempat di Kolam Pemancingan Lembah Dieng, Kota Malang.


BAB II
LATAR BELAKANG

2.1 Pengertian Akustik Kelautan
Akustik kelautan merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal ini mediumnya adalah air laut (Allo, 2008). Menurut Budiarto (2001), dalam akustik, proses pembentukan gelombang suara dan sifat-sifat perambatannya serta proses-proses selanjutnya dibatasi oleh air. Untuk memperoleh informasi tentang objek-objek bawah air digunakan suatu sistem sonar yang terdiri dari dua sistem yaitu active sonar system yang digunakan untuk mendeteksi dan meneliti target-target bawah air dan passive sonar system yang hanya digunakan untuk menerima suara-suara yang dihasilkan oleh objek-objek bawah air.
Dalam perambatannya, akustik mengenal adanya transmission loss akibat adanya absorpsi dari medium, adanya kehilangan akibat penyebaran (spreading) di dalam medium air, impedansi akustik yang mempengaruhi nilai backscattering strength, ukuran butir dan sifat-sifat sedimen terhadap sifat-sifat akustik. (Noorjayantie, 2009). Selain itu, gangguan juga bisa terjadi dalam menjalankan metode akustik yang disebut dengan noise, yaitu sinyal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi karena faktor fisik, biologi, dan artifisial (Allo, 2008).
Akan tetapi pada dasarnya teknologi akustik bawah air merupakan metode yang sangat efektif dan berguna untuk eksploitasi kelautan perikanan. Teknologi akustik ini terdiri dari pengukuran, analisis, dan interpretasi karakteristik sigma refleksi atau scattering dari objek yang dikenai (Manik, 2006). Arnaya (1990) dalam Hermawan (2002) mengatakan bahwa metode akustik memiliki beberapa kelebihan, yaitu: berkecapatan tinggi, estimasi stok ikan secara langsung, memungkinkan memperoleh dan memproses data secara real time, akurasi ketepatan tinggi, tidak merusak karena frekuensi yang digunakan tidak membehayakan si pemakai alat ataupun target.

2.2 Pengertian Echosounder
Echosounder adalah alat yang dapat membantu untuk mencari ikan dengan lebih baik, echosounder tidak menangkap ikan namun dapat membantu untuk menangkap lebih banyak ikan dengan trawlgill-netpurse-net, atau jenis jaring yang lain. Echosounder bahkan dapat membantu untuk menangkap lebih banyak ikan dengan hook and line (Burczynski, and Ben-Yami, 1985).
Menurut Lurton (2002), multibeam echosounder pada mulanya terdiri dari perpanjangan single-beam echosounder. Bukan transmisi dan menerima sinar vertikal tunggal, multibeam sounder mengirimkan dan menerima seberkas beam dengan lebar individu kecil (1-3ยบ), di sumbu kapal. Yang terpenting, tentu saja, adalah kemungkinan mengalikan jumlah pengukuran simultan kedalaman (biasanya 100-200), menyapu koridor di sekitar jalan kapal (lebar total 150 mencakup hingga 7.5 kali kedalaman air). Kebanyakan Multibeam Sounder menggunakan besar lebar sudut mereka untuk merekam gambar akustik menggunakan prinsip yang sama sebagai side scan sonar. Tetapi kinerja yang dihasilkan lebih buruk daripada dalam sistem (towfish), karena gerakan platform dukungan dan karena insiden sudut tidak cukup merumput. Dengan sistem tersebut, ahli geologi telah mengintegrasi pembuangan alat-alat yang memberikan, pada saat yang sama, bathrymetry dan reflektivitas pengukuran. Pengumpulan simultan seismik dan sedimen profiler data dapat membantu dalam menyediakan penyelidikan yang sangat lengkap dan menyeluruh mengenai struktur sedimen.
Singlebeam echosounder menghasilkan sinar tunggal hanya satu yang dikirim vertikal ke dalam air. Mereka sering digunakan untuk mendapatkan kedalaman langsung di bawah kapal, sehingga dapat menghindari bias lebar-beam yang disebabkan oleh lereng bawah air. Kedalaman ini digunakan baik untuk keselamatan atau navigasi atau untuk pemetaan dasar laut. Kedalaman yang lebih besar harus diperbaiki untuk pergerakan roll dan pitch kapal yang diamati oleh macam yang sesuai dengan heave-roll-pitch sensor. (Xu, 2010).

2.3 Komponen Bagian-bagian dan Fungsi Echosounder
Echosounder bekerja berdasarkan prinsip perambatan dan pemantulan bunyi dalam medium air. Echosounder dilengkapi dengan proyektor untuk menghasilkan gelombang akustik yang akan di masukan ke dalam air laut. Sonar bathymetric memerlukan proyektor yang dapat menghasilkan berulang-ulang kali pulsa akustik yang dapat dikontrol (MacLennan dan Simmonds, 1992).
Untuk pengukuran kedalaman, digunakan echosounder atau perum gema yang pertama kali dikembangkan di Jerman pada tahun 1920. Alat ini dapat dipakai untuk menghasilkan profil kedalaman yang kontinyu sepanjang jalur perum dengan ketelitian yang cukup baik. Ada dua cara yang dapat ditempuh untuk mengukur kedalaman laut yaitu dengan menggunakan teknik bandul timah hitam (dradloading) dan teknik Gema duga atau EchoSounder atau Echoloading (Waldopo, 2008).
Pada awalnya, echosounder lebih banyak digunakan untuk mengetahui kedalaman perairan. Namun karena karakteristik dan prinsip dasarnya yang mampu menentukan letak suatu benda di bawah air, maka echosounder juga digunakan di bidang perikananuntuk menentkan lokasi ikan. Cara kerja echosounder ini mirip dengan kelelawar, dimana echosounder memancarkan gelombang suara dengan frekuensi tertentu dan menangkap gelombang pantulan (echo) dari benda/medium.
2.3.1  Transmiter
Transmitter menghasilkan listrik dengan frekuensi tertentu, kemudian disalurkan ke transduser. Tetapi suatu perintah dari kotak pemicu pulsa pada recorder akan memberitahukan kapan pembentuk pulsa bekerja. Pulsa dibangkitkan oleh oscillator kemudian diperkuat oleh power amplifier, sebelum pulsa tersebut disalurkan ke transducer (Manik, 2009).
Transmitter berfungsi menghasilkan pulsa yang akan dipancarkan. Suatu perintah dari kotak pemicu pulsa pada recorder akan memberitahukan kapan pembentuk pulsa bekerja. Pulsa dibangkitkan oleh oscillator kemudian diperkuat oleh power amplifier, sebelum pulsa tersebut disalurkan ke transducer (FAO, 1983).
Transmitter juga berfungsi untuk mentransmisikan sinyal dari alat ke transducer, yang kemudian akan dipancarkan. Di dalam transmitter inilah energi listrik diperkuat beberapa kali sebelum disalurkan ke transducer. Jadi selain berperan sebagai penghubung, transmitter juga berperan sebagai penguat pulsa listrik.
2.3.2  Transducer
Menurut Deo (2007), alat perum gema menggunakan prinsip pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan dari transduserTransduser adalah bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik dan sebaliknya. Gelombang akustik tersebut merambat pada medium air dengan cepat rambat yang relatif diketahui atau dapat diprediksi hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke transduser.
Alur perum gema menggunakan prinsip pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan dari transduser. Transduser adalah bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik (untuk membangkitkan gelombang suara) dan sebaliknya. Gelombang akustik tersebut merambat pada medium air dengan cepat rampat yang relatif diketahui atau dapat diprediksi hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ketransduser. Perum gema menghitung selang waktu sejak gelombang dipancarkan dan diterima kembali (Poerbandono, 2005).
Dengan kata lain, transducer berperan sebagai penghasil sekaligus pemancar gelombang suara ke dalam medium (air laut). Gelombang tersebut diperoleh dengan mengubah energi listrik yang diperoleh dari transmitter. Pada kapal, transducer ini dipasang di bagian lambung kapal secara tegak lurus dari permukaan air dan menghadap ke arah dasar.
2.3.3  Receiver
Receiver adalah alat untuk menguatkan sinyal listrik yang lemah dari transducer saat gema (echo) terjadi sebelum dialirkan ke recorder. Penguatan ini dilakukan pada receiver dan jumlah penguatan dapat dibedakan oleh sensivitas (kepekaan) atau volume controlReceiver berfungsi menerima pulsa dari objek dan display atau recorder sebagai pencatat hasil echo. Sinyal listrik lemah yang dihasilkan oleh transducer setelah echo diterima harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum disalurkan ke recorder. Selama penerimaan berlangsung keempat bagian transducer menerima echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh transducer terletak dari pusat beam suara dan echo dari target akan dikembalikan dan diterima oleh keempat bagian transducer pada waktu yang bersamaan (Imron, 1997).
Split beam echosounder modern memiliki fungsi Time Varied Gain (TVG) di dalam sistem perolehan data akustik. TVG berfungsi secara otomatis untuk mengeliminir pengaruh attenuasi yang disebabkan oleh geometrical sphreading dan absorpsi suara ketika merambat di dalam air (FAO,1983). Receiver memisahkan dan mendeteksi dan memperkuat energy yang diterima dari sasaran. Hasil deteksi sehubung getaran ini diperkuat kemidian disalurkan ke bagian penguat gambar (Daulay, 2012).
Receiver digunakan untuk menangkap sinyal atau gelombang yang telah dipantulkan oleh obyek (echo). Selain menangkap gelombang, receiver juga memperkuat sinyal sebelum diteruskan ke recorder untuk diproses. Receiver juga berfungsi memilih dan mengolah sinyal yang datang.
2.3.4  Recorder/Display Unit
Recorder berfungsi sebagai alat pencatat yang ditulis ke dalam kertas serta menampilkan pada layar display CRT (Cathoda Ray Tube) berupa sinar osilasi (untuk layar warna) ataupun berupa tampilan sorotan lampu neon (untuk echo sounder tanpa rekaman), selain itu juga dapat berfungsi sebagai pemberi sinyal untuk menguatkan pulsa transmisi dan penahanan awal penerimaan echo pada saat yang sama (Imron, 1997).
Recorder berfungsi untuk merekam atau menampilkan sinyal echo dan juga berperan sebagai pengatur kerja transmitter dan mengukur waktu antara pemancaran pulsa suara dan penerimaan echo atau recorder memberikan sinyal kepada transmitter untuk menghasilkan pulsa dan pada saat yang sama recorder juga mengirimkan sinyal ke receiver untuk menurunkan sensitifitasnya (FAO, 1983). Recorder echosounder membuat gambar yang memperlihatkan kedalaman ikan dan dasar laut. Gambar-gambar yang dibuat akan bergambar sehelai kertas sehingga bias disimpulkan untuk dilihat kemudian (Varina et al.,2013).
Jadi, recorder atau display digunakan sebagai penampil data hasil tangkapan sinyal dari receiver. Data atau informasi sinyal yang ditangkap kemudian diubah sehingga bisa ditampilkan dan dibaca secara langsung. Tampilan digital dari recorder atau display inilah yang bisa disimpan dan diolah untuk kepentingan yang lebih lanjut.

2.4 Fungsi Echosounder
Menurut Vires dan Nowacek (2011) echosounder telah digunakan untuk penelitian di bidang perikanan lebih dari tujuh puluh tahun. Echosounder menggunakan gelombang akustik aktif (mengirim dan menerima sinyal) dan dapat digunakan untuk mengetahui atau mendeteksi jumlah biomassa ikan di laut. Raharjo (2002) juga mengungkapkan bahwa metode akustik yang tercanggih dan terbaik hingga saat ini untuk kegunaan pendugaan sebaran dan kelimpahan ikan pada suatu perairan adalah dengan sistem bim ganda (dua belam) dan sistem akustik bim terbagi (split beam echosounder).
Fungsi yang paling mendasar dari echosounder adalah untuk mengukur jarak ke dasar samudera dengan akurat (Firdaus, 2008). Pengukuran kedalaman dasar laut dapat dilakukan dengan Conventional Depth Echosounder, dimana kedalaman dasar laut dapat dihitung dari perbedaan waktu antara pengiriman dan penerimaan pulsa suara (Noorjayantie, 2009).
Untuk kepentingan perikanan, penggunaan echosounder sangat efisien. Hal ini karena instrumen ini mampu mendeteksi ikan dan dasar laut secara bersamaan. Metode akustik yang efektif dan menjajikan adalah scientifiec echosounderScientifiec echosounder mampu mengukur dengan mudah sinyal pantulan (echoes) yang berasal dari ikan dan dasar laut. Teori dari bottom scattering telah dikembangkan untuk melihat performance dari scientifiec echosounder (Manik, 2006).

2.5   Sistem Pengoperasian/Cara Kerja
Echosounder dikenal terdapat suatu pemancar yang membangkitkan getaran-getaran listrik disalurkan ke suatu alat yang ditempatkan pada dasar kapal dan mengubah energi  listirik menjadi getaran dalam laut. Getaran inilah yang dialirkan dalam bentuk impuls vertikal kedasar laut dan dipantulkan kembali satu pesawat penguat memberikan kepada getaran-getaran gema listrik satu amplitude lebih besar lalu disalurkan ke satu pesawat petunjuk (indikator) dan membuat gambar (Marine Inside, 2013).
Ketika getaran mengenai objek maka sebagian energinya ada yang dipantulkan, dibiaskan ataupun diserap. Untuk gelombang yang dipantulkan energinya, akan diterima oleh recorder ,hasil yang diterima berasal dari pengolahan data yang diperoleh dari penentuan selang waktu antara pulsa yang dipancarkan dari pulsa yang diterima. Dari hasil ini dapat diketahui jarak dari suatu objek yang dideteksi (Dias, 2012).
Echosounder mengukur kedalaman air dengan membangkitkan pulsa akustik pendek atau ping yang dipancarkan kedasar air kemudian mendengarkannya kembali echo dari dasar air itu. Waktu antara pulsa akustik yang dipancarkan dan kembalinya echo adalah waktu yang diperlukan gelombang akustik untuk merambat ke dasar air dan memantul kembali ke permukaan air. Dengan mengetahui waktu dan kecepatan suara dalam air, maka kedalaman dasar air dapat dihitung (Firdaus. 2008).

2.6   Kelemahan dan Kelebihan Echosounder
Menurut Varina (2013), echosounder memiliki kelemahan  yaitu jika semakin dalam laut,gambar yang dihasilkan semakin tidak jelas. Sedangkan kelebihannya yaitu dapat mengukur kedalaman laut yang disertai dengan pemetaan dasar laut.
Kelemahan echosounder adalah tidak dapat mendeteksi ikan hanya dapat digunakan bagi yang sudah berpengalaman. Sehingga echosounder bisanya digunakan untuk kapal-kapal perang, kapal penumpang dan kapal barang. Echosounder memiliki beberapa kelebihan yaitu akurasi pengelihatan kedalaman sebanyak 99% (Salem, 2012).
Menurut Burczynski dan Ben-Yami (1985), kelemahan dan kelebihan Echosounder adalah sebagai berikut :
Kelemahan :
a.      Harganya mahal untuk membeli sebuah echo sounder.
b.      Kebanyakan echosounder menggunakan kertas khusus dan baterai yang mahal.
c.      Harus menghabiskan waktu yang diperlukan untuk membersihkan dan memperbaikinya hingga bisa bekerja.
d.      Jika rusak, akan memerlukan tukang khusus, seperti tukang perbaikan radio transistor, untuk memperbaikinya.
Kelebihan :
a.      Tidak membuang-buang waktu dan bahan bakar untuk mencoba menangkap ikan di tempat dimana ada beberapa ikan atau tidak ada ikan sama sekali.
b.      Dapat menangkap lebih banyak ikan karena echosounder menunjukkan dimana terdapat lebih banyak ikan untuk ditangkap.
c.      Echosounder menunjukkan kedalaman air.
d.      Dapat melihat batu, bangkai kapal kapal atau sampah di bawah sehingga dapat menghindari kehilangan atau kerobekan jaring Anda.

2.7   Alat-alat Akustik
2.7.1 Pengertian, Bagian serta Fungsi dan Sistem Pengoperasian  Fish Finder
Fish finder merupakan teknologi suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan perangkat akustik (acoustic instrument). Teknologi ini menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian. Sebagaimana diketahui bahwa kecepatan suara di air adalah 1.500 m/detik, sedangkan kecepatan suara di udara hanya 340 m/detik, sehingga teknologi ini sangat efektif untuk deteksi di bawah air.
Echosounder atau fish finder sebagai alat bantu dalam operasi penangkapan ikan merupakan alat pengindraan jarak jauh dengan prinsip kerja menggunakan metode akustik yaitu sistem sinyal yang berupa gelombang suara. Sinyal yang dipancarkan kedalam laut secara vertikal setelah mengenai obyek, pantulan sinyal diterima kembali kemudian diolah sehingga menghasilkan keterangan tentang kedalaman laut, kotur dan tekstur dasar laut dan posisi dari gerombolan ikan (Dwinata dan Prihatini, 1999).
Penggunaan metode hydroacoustic mempunyai beberapa kelebihan (Arnaya, 1991), diantaranya :
a.      Berkecepatan tinggi.
b.      Estimasi stok ikan secara langsung dan wilayah yang luas dan dapat memonitor pergerakan ikan.
c.      Akurasi tinggi.
d.      Tidak berbahaya dan merusak sumberdaya ikan dan lingkungan, karena frekuensi suara yang digunakan tidak membahayakan bagi si pemakai alat maupun obyek yang disurvei.
2.7.2 Pengertian, Bagian serta Fungsi dan Sistem Pengoperasian  SONAR
SONAR merupakan sistem yang menggunakan gelombang suara bawah air yang dipancarkan dan dipantulkan untuk mendeteksi dan menetapkan lokasi obyek di bawah laut atau untuk mengukur jarak bawah laut. Hingga saat ini sonar telah luas digunakan untk mendeteksi kapal selam & ranjau, mendeteksi kedalaman, penangkapan ikan komersial, keselamatan penyelaman, dan komunikasi di laut.
SONAR (Sound Navigation and Ranging) merupakan sistem instrumen yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang obyek-obyek bawah air. Sistem SONAR ini terdiri dari dua bagian yaitu sistem sonar aktif yang melakukan proses pemancaran dan penerimaan sinyal suara dan sistem sonar pasif yang digunakan untuk menerima sinyal-sinyal suara yang dihasilkan oleh obyek obyek bawah air (MacLennan dan Simmonds, 1992).
Metode akustik digunakan untuk menentukan perubahan kelimpahan stok ikan, dengan menggunakan sistem pemancar yang memancarkan sinyal akustik secara vertikal disebut echosounder, sedangkan yang memancarkan sinyal akustik secara horizontal disebut sonar (Burczynski, 1982).
Sistem echosounder dan sonar umumnya terdiri dari lima komponen, adapun kelima komponen tersebut yaitu (MacLennan and Simmonds, 1992):
a.   transmitter, berfungsi untuk menghasilkan pulsa listrik
b.   transducer, untuk mengubah energi listrik menjadi energi suara begitu juga sebaliknya
c.   receiver, untuk menerima echo dari objek
d.   peraga–perekam, untuk mencatat hasil echo
e.   time base, digunakan untuk mengaktifkan pulsa.
2.7.3 Pengertian, Bagian serta Fungsi dan Sistem Pengoperasian  Radar
Radar adalah suatu sistem yang digunakan untuk mendeteksi dan
menentukan lokasi suatu target berdasar karakteristik perambatan gelombang elektromagnet. Radar bekerja dengan menggunakan gelombang radio yang dipantukan dari permukaan objek. Radar menghasilkan sinyal energi elektromagnetik yang difokuskan oleh antenna dan ditransmisikan ke atmosfer. Benda yang berada dalam alur sinyal elektromagnetik ini yang disebut objek, menyebarkan energi elektromagnetik tersebut. Sebagian dari energi elektromagnetik tersebut disebarkan kembali ke arah radar. Antena penerima yang biasanya juga antenna pemancar menangkap sebaran balik tersebut dan memasukkannya ke alat yang disebut receiver.
Radar merupakan singkatan dari Radio Detection and Ranging yaitu pesawat yang mengirimkan gelombang radio berupa pulsa-pulsa. Pulsa-pulsa yang dikirimkan tersebut, setelah mengenai target dengan kekerasan tertentu  (misalnya pantai) akan dipantulkan kembali ke kapal dan oleh ‘scanner’. Radar akan diterima gema pulsa tesebut. Setelah melalui penguatan, gema tersebut diubah menjadi video frequency, sehingga dapat ditampilkan pada layar Radar (CRT). Radar berfungsi untuk mengetahui keadaan di depan kapal waktu berlayar dalam keadaan kabut, gelap atau hujan lebat. Misalnya jika ada kapal dari arah lain maka akan terlihat pada layar radar (Robert, 1997).
Komponen radar menurut Burczynski (1982) :
a.   Modulator, adalah alat pengendali transmitter dengan menentukan waktu dan jumlah sinyal yang harus ditransmisikan.
b.   Transmitter adalah alat yang menghasilkan energi untuk sinyal yang akan dtransmisikan.
c.   Antena, memfokuskan energi sinyal untuk dipancarkan ke atmosfer dan mengumpulkan hasil pantulan kembali dari objek.
d.   Duplexer, sebagai penghubung antara transmitter dan receiver.
e.   Receiver, sebagai penguat sinyal kembali yang diterima antena.
f.    Signal, procesor sebagai pengolah sinyal kembali.
g.   Layar tampilan, menampilkan informasi actual tentang pulsa yang telah kembali.
2.7.4 Pengertian, Bagian serta Fungsi dan Sistem Pengoperasian  RDF
Radio Direction Finding adalah alat untuk mendeteksi dan mencari sinyal pemancar yang dioperasikan melalui penerimaan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh pemancar. Gelombang radio yang dipancarkan dari antena pemancar berjalan melalui atmosfer sebagai pemampatan dan pembiasan garis-garis gaya listrik. Panjang gelombang dari puncak ke lembah disebut “panjang gelombang”.
Gelombang radio berjalan dari antena dengan kecepatan 3x108 m/detik sama dengan kata lain gelombang radio berjalan sejauh 7,5 kali keliling bumi dalam satu detik (Gumbira, 2011). Dalam komunikasi radio, modulasi adalah suatu sistem atau cara mengirimkan sinyal informasi agar dapat dibawa oleh gelombang radio yang dipancarkan melalui pemancar (Formby, 1988).
Paling sederhana sistem navigasi radio adalah bahwa RDF peralatan untuk RDF digunakan pada beberapa kerajinan rekreasi, di kapal penangkap ikan dari semua ukuran, dan kapal dagang. Sejauh RDF digunakan bervariasi dengan ketersediaan peralatan yang lebih canggih, namun tetap menjadi dasar RDF (Dutton 2004).


BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan serta Fungsinya
Alat-alat yang digunakan pada praktikum akustik kelautan mengenai GPS adalah:
a.   GPS Map 178 C Souder : untuk mengetahui hasil pengamatan berupa koordinat lokasi, suhu, kedalaman perairan, kedalaman dan stock ikan.
b.   Fishfinder 160 Csebagai alat bantu untuk mencari ikan, mengetahui informasi keberadaan ikan, topografi dasar perairan, dan kedalaman laut tanpa informasi koordinat lintang bujur.
c.   Tali rafia : untuk mengikat transducer di tongkat atau kayu
d.   Kayu atau tongkat : Sebagai alat pegangan atau penyangga untuk meletakkan transducer ke dalam air
e.   Aki : sebagai sumber energi listrik
f.    Stopwatch : untuk menghitung waktu pengamatan
g.   Kabel : untuk menyalurkan energi listrik dari aki ke peralatan
h.   Antena : untuk menerima signal satelit
i.    Transmitter : mentransmisikan atau memperkuat sinyal pulsa
j.    Transducer : memancarkan dan menerima pulsa suara dan mengubah energi listrik menjadi suara dan sebaliknya
k.   Receiver : menguatkan sinya echo dari transducer
l.    Display : menampilkan data pengamatan
Adapun bahan yang digunakan antara lain:
a.   Air aki : sebagai sumber pembangkit listrik pada aki
b.   Air tawar pada kolam : sebagai media tempat dan pengantar gelombang
c.   Ikan : sebagai obyek pengamatan


Perangkaian
 
3.2 Cara Kerja


                        Persiapan.
Pengoperasian
 
                        Rangkai stok.


                        Tekan tombol power.
                        Pilih “I agree”.
Tekan page sampai muncul halaman kedalaman dan peta.
Tekan tombol menu.
Pilih “Set Up Sonar:.
Atur ke Auto.
Tentukan “Fish Symbol”.
Keluar dari menu “Set Up Sonar”.
Amati dengan 5 kali pengamatan masing-masing 2 menit

Hasil Pengoperasian
 





BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur Praktikum
Dalam praktikum akustik kelautan mengenai Echosounder, hal pertama yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang dimaksud adalah GPS Map 178 C Sounder dan Fish Ginder 160c sebagai pembanding, yang di dalamnya terdapat GPS sebagai penentu track pelayaran atau posisi dimana pengamatan akan dilakukan; display sebagai tampilan data yang dihasilkan dalam bentuk simbol; antena sebagai penangkap sinyal; transmitter sebagai penstabilan pulsa dan media antara time base dengan transducer; transducer sebagai pengubah energi suara ke energi listrik ataupun sebaliknya; tongkat sebagai penyangga dari transducer; stopwatch sebagai penghitung waktu pengamatan, tali rafia sebagai pengikat transducer ke tongkat, aki sebagai sumber energi listrik, dan kabel sebagai penghantar listrik dari aki ke peralatan. Adapun bahan yang digunakan antara lain: air tawar pada kolam ikan sebagai media hidup ikan dan pengantar gelombang, air aki sebagai pembangkit energi listrik dan ikan sebagai objek pengamatan.
Setelah semua alat dan bahan dipersiapkan, dilanjutkan dengan perangkaian seluruh komponen alat. Dinama transmitter, antena dan transducer dirangkai pada display. Transducer diikat pada tongkat agar transducer tidak tenggelam dalam perairan dan tegak lurus. Kemudian dialiri aki dimana kabel aki warna merah bernilai positif dan yang hitam bernilai negatif. Dieratkan semuanya menjadi satu. Kemudian antena ditaruh pada pohon untuk menangkap sinyal dan transducer yang sudah diikatkan pada tongkat di taruh dalam air dengan posisi horizontal atau tegak lurus dengan permukaan air.
Setelah semua selesai dimulai dengan menekan tombol power pada display sampai nyala kemudian pilih tombol I agree. Dilanjutkan dengan menekan tombol page sebanyak 3 kali sampai muncul halaman kedalaman dan peta. Setelah itu, tekan tombol menu dan pilih set up sonar pada pilihan menu dengan tombol anak panah ke bawah dan enter. Kemudian mulailah pengaturan. Atur ke dalam auto, tentukan fish symbolnya. Pilih ikan dengan gelembung renang dan kedalaman dengan menekan anak panah ke bawah dan enter. Setelah semua selesai diatur, keluar dari menu set up sonar dengan menekan tombol quit dan mulailah mengamati pada layar display.
Pengamatan ini dilakukan selama 10 menit menggunakan stopwatch. Setiap 2 menit dilakukan pencatatan hasil seperti kedalaman perairan yang berada di pojok kiri atas dalam satuan feet, suhu dalam satuan farenheit. Jika pada layar terdapat ikan maka akan muncul bentuk ikan dalam ukuran yang berbeda dan pada kedalaman yang berbeda dimana nilai dari kedalaman ikan tersebut berada tepat diatasnya. Hasil dicatat pada tabel data hasil pengamatan praktikum akustik kelautan. Setelah dilakukan selama 10 menit maka display dimatikan dengan menekan quit sampai muncul halaman kedalaman dan peta kemudian tekan tombol power.
Dari pengamatan tersebut akan diketahui kedalaman perairan, posisi koordinat, suhu, kedalaman ikan, stok ikan ada atau tidaknya serta macam dari substrat kolam tersebut. Perbedaan echosounder dengan fish finder yaitu keakuratan dan kelengkapan data (lebh akurat dan lebih lengkap echosounder). Karena pada fish finder tidak terdapat antena dan GPS. Sehingga tidak bisa menentukan track pelayaran.
4.2 Analisa Hasil Praktikum
Dari praktikum Aksutik Kelautan mengenai echosounder, diperoleh data sebagai berikut:
Pengamatan
Ke (Menit)
Posisi
Koordinat
Suhu
Kedalaman
Perairan
Kedalaman
Ikan
Stock Ikan
Keterangan
Ada
Tidak
2
Pos 3
Echosounder II
7°57’53” LS
112°35’45” BT
81,7°F
2,5 ft
-
-

4
81,5°F
2,4 ft
-


6
81,7°F
2,5 ft
2,6 ft
3,0 ft
3,6 ft
8,2 ft

Terjadi kesalahan pengaatan karena kedalaman ikan melebihi kedalaman perairan
8
81,3°F
2,3 ft



10
81,5°F
1,9 ft




Dari data tersebut bisa diketahui bahwa titik koordinat lintang bujur lokasi pengamatan adalah 7°57’53” Lintang Selatan dan 112°35’45” Bujur Timur. Rata-rata suhu perairan adalah berada pada kisaran 81,4°F atau 27,52°C, dimana pada pengamatan pertama (menit ke-2) suhu sebesar 81,7°F atau 27,6°C. Pada pengamatan kedua (menit ke-4) adalah 81,5°F atau 27,5°C. Sedang pada pengamatan ketiga (menit ke-6) sebesar 81,7°F (27,6°C). Pengamatan keempat (menit ke-8) diperoleh data suhu sebesar 81,3°F atau 23,4°C. Pengamatan terakhir (menit ke-10) diperoleh data suhu sebesar 81,5°F atau 27,5°C.
Untuk kedalaman perairan berkisar antara 1,9 feet sampai 2,5 feet (atau 0,58 m sampai 0,76 m) dengan rata-rata kedalaman sebesar 2,36 feet (0,718 m). Nilai tersebut diperoleh dari hasil pengamatan pada menit ke-dua, ke-empat, ke-enam, ke-delapan, dan ke-sepuluh yakni 2,5; 2,4; 2,5; 2,5; dan 1;9 feet. Atau jika dikonversi dalam satuan meter sebesar 0,76; 0,73; 0,76; 0,76; dan 0;58 meter.
Sednagkan pada pengamatan ikan, data cenderung menunjukkan hasil yang negatif. Dari lima kali pengamatan, empat di antaranya tidak mendeteksi keberadaan ikan, yakni pada pengamatan pertama, kedua, keempat, dan kelima. Dengan kata lain, tidak terdapat ikan di perairan lokasi pengamatan pada saat pengamatan dilakukan. Pada pengamatan ketiga (menit ke-6) ditemukan stok ikan pada 4 kedalaman yang berbeda, yakni pada kedalaman 2,6; 3,0; 3,6; dan 8,2 feet (atau 0,79; 0,91; 1,10; 2,50 meter). Namun data tersebut tidak valid, karena kedalaman ikan melebihi kedalaman perairan. Hal in bisa teradi dikarenakan posisi transducer yang bergeser sehingga pemancarnya tidak lagi tegak lurus terhadap permukaan air.
Natasasmita (2012) mengatakan bahwa ketika getaran mengenai objek maka sebagian energinya ada yang dipantulkan, dibiaskan ataupun diserap. Untuk gelombang yang dipantulkan, energinya akan diterima oleh recorder. Hasil yang diterima berasal dari pengolahan data yang diperoleh dari penentuan selang waktu antara pulsa yang dipancarkan dari pulsa yang diterima. Dari hasilini dapat diketahi jarak antara suatu objek yang dideteksi. Data yang ditampilkan pada display sebenarnya merupakan selang waktu dari gelombang yang diterima yang berbeda-beda.
Menurut Burczynski (2002) dalam Gaol (2012), nilai dari sinyal echo (pemancaran gelombang suara) selain tergantung dari tipe dasar perairan (khususnya kekasaran dan kekerasan) tetapi juga tergantung dari parameter alat (misalnya frekuensi serta transducer bandwith). Sehingga faktor-faktor penentu hasil bukan hanya dari objek tetapi juga dari keadaan peralatan itu sendiri.




4. 2. 1 Gambar Bagian Echosounder Beserta Fungsi
1.  Time Base 
Time base berfungsi sebagai penanda pulsa listrik untuk mengaktifkan pemancaran pulsa yang dipancarkan oleh transmitter melalui transducer. Suatu perintah dari time base akan memberikan saat kapan pembentuk pulsa bekerja pada unit transmitter dan receiver.
Menurut Johannesson dan Mitson (1983), salah satu fungsi dari time base adalah menghasilkan penentuan waktu yang dipakai untuk menetapkan akurasi pada pengukuran kedalaman, selain itu juga untuk mengatur tingkat pulsa dimana transmisi dibuat. Sehingga time base berperan dalam penentuan kekuatan pulsa yang dihasilkan transmitter. Marwanto (2011) mengungkapkan bahwa time base adalah komponen yang menghasilkan frekuensi, durasi untuk memicu transducer.
2.   Transmitter
Transmitter pada echosounder berfungsi untuk menyalurkan pulsa listrik yang dipicu oleh time base ke bagian transducer. Selain itu, transmitter juga berfungsi sebagai penguat sinyal listrik yang akan diubah oleh transducer menjadi energi suara.
Menurut Urick (1983), transmitter berfungsi menghasilkan pulsa yang akan dipancarkan. Suatu perintah dari kotak pemicu  pulsa dari recorder akan memeberitahukan kapan pembentuk pulsa bekerja. Pulsa dibangkitkan oleh oscillator kemudian diperkuat oleh power amplifier, sebelum pulsa disalurkan ke transducer. Selain itu, Manik (2006) juga mengatakan bahwa transmitter menghasilkan listrik dengan frekuensi tertentu kemudian disalurkan ke transducer. Jadi, fungsi utama dari transmitter adalah mengaitkan pulsa listrik ke transducer untuk diubah menjadi gelombang suara.
3.   Transducer
Fungsi utama dari transducer adalah mengubah energi listrik menjadi energi suara ketika suara akan dipancarkan ke medium dan mengubah energi suara menjadi energi listrik ketika echo diterima dari suatu target. Sehingga transducer memiliki peran ganda. Selain itu, transducer pun juga harus diposisikan di bawah permukaan air agar tidak terjadi bias antara udara dan air.
Menurut Deo (2007), transduser adalah bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik dan sebaliknya. Gelombang tersebut merambat pada medium air dengan cepat rambat yang relatif diketahui atau dapat diprediksi hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke transduser. Di sisi lain, transducer juga berperan dalam menangkap gelombang suara yang dipantulkan medium di dalam air. MacLennan dan Simmonds (1992) mengungkapkan bahwa pada transducer, pulsa ditransmisikan secara bersamaan oleh keempat kuadran tetapi sinyal diterima oleh masing-masing kuadran dan diproses secara terpisah.
4.   Receiver
Receiver berfungsi menerima pulsa dari objek dan disalurkan pada display atau recorder sebagai pencatat hasil echo. Sinyal listrik lemah yang dihasilkan oleh transducer setelah echo diterima harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum disalurkan ke recorder. Sehingga fungsi receiver hampir serupa dengan fungsi transmitter.
Imron (1997) menyatakan bahwa receiver adalah alat untuk menguatkan sinyal listrik yang lemah dari transducer saat gema (echo) terjadi sebelum dialirkan ke recorder. Sehingga selain sebagai penyalur listrik dari transducer ke displayreceiver juga berperan meningkatkan energi listrik tersebut. Menurut Daulay (2012), receiver memisahkan dan mendeteksi dan memperkuat energi yang diterima dari sasaran. Hasil deteksi sehubung getaran ini diperkuat kemudian disalurkan ke bagian penguat gambar.
5.   Display
Display berfungsi untuk menampilkan data dan hasil dari penerimaan gelombang dari transducer. Gambar yang nampak pada display bukan berupa gambar yang bisa langsung dibaca, akan tetapi hanya berupa grafik dengan warna yang berbeda-beda yang menunjukkan selang waktu antara pemancaran gelombang dan penerimaan. Sehingga informasi pada display perlu diinterpretasikan kembali.
Menurut Johannesson dan Mitson (1983), setelah diperkuat, sinyal echo masih berbentuk pulsa yang terdiri dari siklus pada frekuensi echosounder. Sehingga untuk dapat ditampilkan, hanya pulsa pada frekuensi echosounder yang sudah diperkuat lagi kemudian didemodulasi atau dideteksi (diperbaiki). Varina (2013) mengatakan bahwa gambar-gambar yang dibuat akan bergambar pada sehelai kertas sehingga bisa disimpulkan untuk dilihat kemudian. Jadi, display berperan sebagai penterjemah gelombang listrik yang diterima dari receiver sehingga dapat dibaca dan dimengerti dengan mudah.

4.3 Fungsi Aplikasi Echosounder di Bidang Perikanan dan Kelautan
Pada dasarnya, fungsi echosounder di bidang perikanan dan kelautan adalah sebagai pengidentifikasi jenis-jenis lapisan sedimen dasar laut (sub-bottom profile), pemetaan dasar laut (seabed mapping), pencarian kapal-kapal karam di dalam laut, penentuan jalur pipa dan kabel di bawah dasar laut dan analisa dampak lingkungan di dasar laut. Selain itu, aplikasi echosounder juga berperan dalam penentuan stock ikan dan lokasi shoaling atau schooling ikan. Menurut Raharjo (2002), metode akustik yang tercanggih dan terbaik hingga saat ini dapat digunakan untuk menduga sebaran dan kelimpahan ikan pada suatu perairan, yakni dengan dua belam system dan split beam system echosounde.
Alat Scientific Echosounder SIMRAD EK-500 dapat digunakan untuk menentukan posisi stasiun trawl sehingga jaring trawl bisa bekerja maksimal, mengetahui kondisi dasar, dan mendeteksi keberadaan ikan di suatu perairan (Genisa, 2003). Sedangkan fungsi dasar dari echosounder adalah mengukur jarak ke dasar samudera dengan cepat. Sehingga dalam perkembangannya, bisa difungsikan untuk melihat kontur dasar perairan, serta kedalaman stok ikan di laut.
Kautsar et al. (2013) mengungkapkan bahwa untuk perencanaan pembangunan di wilayah perairan, maka dibutuhkan survei hidrografi. Salah satu alat yang digunakan untuk survei hidrografi adalah echosounder yang menggunakan prinsip akustik untuk merekam kedalaman dasar laut. Selain itu juga digunakan dalam memetakan bentuk dasar serta menentukan substrat dasar.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Akustik Kelautan mengenai echosounder, bisa diambil kesimpulan bahwa:
a.    Akustik Kelautan merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam medium air laut.
b.    Echosounder adalah alat yang bekerja dengan prinsip akustik yang memancarkan gelombang vertikal ke dalam air.
c.    Bagian-bagian dalam echosounder antara lain transmitter sebagai penghasil pulsa listrik dengan frekuensi tertentu untuk disalurkan ke transducertransducer sebagai pemancar dan penerima gelombang suara serta mengubah energi listrik menjadi energi suara ataupun sebaliknya, receiver sebagai penguat sinyal listrik dari transducer sebelum dikirim ke display atau recorder, serta display atau recorder sebagai penampil data berupa gambar untuk dapat diinterpretasikan.
d.    Pada dasarnya echosounder berfungsi sebagai pemancar getaran suara dalam air untuk mengukur jarak ke dasar samuder dengan akurat, namun pada perkembangannya, pemanfaatan echosounder mencakup semua bidang.
e.    Dalam bidang perikanan, echosounder berfungsi untuk mendeteksi stok ikan dan letak serta kedalamannya.
f.     Echosounder bekerja dengan mengubah energi listrik menjadi energi suara, lalu dipancarkan oleh transducer. Ketika getaran mengenai objek, sebagian akan diserap dan sebagian akan dipantulkan. Getaran yang dipantulkan akan diterima recorder. Selang waktu antara pulsa yang dipancarkan dan pulsa yang diterima itulah yang diolah datanya.
g.    Echosounder memiliki kelemahan dari segi biaya dan pengoperasian yang mahal, serta SDM yang menguasainya masih sedikit. Sedangkan kelebihannya adalah dapat memudahkan dalam menentukan fishing ground serta kedalaman dan kontur atau substrat dasar.
h.    Alat-alat lain yang bekerja dengan prinsip akustik anata lain Fish Finder, SONAR, Radar, dan RDF (Radio Direction Finding).
i.      Berdasarkan data lapang, diketahui bahwa selain dapat mendeteksi stok ikan, echosounder dapat mengetahui suhu dan kedalaman perairan serta koordinat lokasi pengamatan.
j.      Lokasi pengamatan (Pos 3) menggunakan alat echosounder diketahui berada pada koordinat 7°57’53” LS dan 112°35’45” BT, rata-rata suhu perairan 81,54°F (27,52°C) dan kedalaman 2,36 feet (0,718 m).
k.    Dari lima kali pengamatan, hanya pada pengamatan ketiga (menit ke-6) echosounder mendeteksi adanya ikan, namun dengan data kedalaman yang tidak valid karena terjadi pergeseran posisi echosounder sehingga tidak tegak lurus dari permukaan air, yakni pada kedalaman 2,6; 3,0; 3,6; dan 8,2 feet sementara kedalam perairan hanya 2,5 feet.
l.      Fish Finder memiliki fungsi hampir sama dengan echosounder, yakni menduga stok ikan di perairan, namun fish finder tidak dapat menentukan koordinat loksai sebab tidak disertai dengan antena.
m.   Selain dari faktor kondisi perairan, keadaan dari peralatan echosounder juga mempengaruhi hasil pengamatan.
5.2 Saran
Dalam praktikum Akustik Kelautan mengenai echosounder sebaiknya dilakukan di perairan laut yang sebenarnya, ataupun di perairan yang luas dan dalam serta tidak terhalang dari sinyal satelit. Selain itu, praktikan sebaiknya diberi kesempatan yang lebih untuk setting dan pengoperasian alat. Serta ditingkatkan lagi kedisiplinan terkait disiplin waktu.


DAFTAR PUSTAKA
Allo, Obed Agtapura Taruk. 2008. Klasifikasi Habitat Dasar Perairan Dengan Menggunakan Instrumen Hidroakustik Simrad Ey 60 Di Perairan Sumur, Pandeglang – Banten. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arnaya, I.N. 1991. Dasar-dasar Akustik. Diktat Kuliah Program Studi Ilmu danTeknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Budiarto, Aris. 2001. Aplikasi Split Beam Acoustic System Untuk Pendugaan Nilai Densitas Ikan di Perairan Teluk Jakarta. Skripsi.  Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Burczynski, J. 1982. Introduction to The Use of SONAR Systems for estimating Fish Biomass. FAO: Rome
Burczynski, J., dan Ben-yami. 1985. Finding Fish With Echosounder. FAO: ROMA
Daulay, Dedy. 2012. Pengenalan Alat Navigasi Electronik Di Atas Kapalhttp://bukudaulay.wordpress.com/2012/12/07/pengenalan-alat-navigasi-electronik-di-atas-kapal/. Diakses tanggal 17 Oktober 2013 pukul 19.15 WIB
Deo, Johanes Pradono. 2007. Peranan Survei Hidrogafi untuk Perencanaan Lokasi Pembangunan Pelabuhan. Jurnal Spectra. 5 (10): 1-19
Dutton, J. David.2004. Gradistat: A Grain SizeDistribution and Statistics Package for The Analysis of Unconsolidated Sediments.Royal Holloway University of London.
Dwinata dan Prihatini. 1999. Analisis Pendugaan Target Strength Terhadap Ukuran Panjang Ikan Dalam Kondisi Terkontrol Di Perairan Pulau Kongsi, Kepulauan Seribu. Institut Pertanian Bogor: Bogor
FAO. 1983. Introduction to Fisheries Management Advantages Distributies and Mechanisme. Rome : hlm 3-6.
Firdaus, Oktri Mohammad. 2010. Analisis Implementasi Global Positioning System (GPS) pada Moda Transportasi di PT.X. Proceeding Seminar on Application and Research in Industrial Technology (SMART 2010), UGM Yogyakarta, 29 Juli 2010.
Firdaus, Herli. 2008. Sistem Visualisasi Profil Dasar Laut dengan Menggunakan Echo Sounder. Tugas Akhir. Universitas Indonesia. Depok
Formby, Craig. and Muir, K. (1988). Modulation and gap detection for broadband and filtered noise signals. J. Acoust. Soc. Am., 84, 545-550.
Gaol, Korsues Lumban. 2012. Pengukuran Hambur Balik Akustik Dasar Laut di Sekitar Kepulauan Seribu Menggunakan Split Beam Echosounder. Skripsi. Insitut Pertanian Bogor. Bogor
Genisa, Abdul Samad. 2003. Sebaran Struktur Komunitas Ikan Di Sekitar Estuaria Digul Irian Jaya.Vol. 13 (1):01-09.Universitas Hasanuddin: Makassar
Gumbira G. 2011. Aplikasi Instrumen Multibeam Sonar Dalam Kegiatan Peletakan Pipa Bawah Laut (Contoh Studi Perairan Balongan). [Skripsi]. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hermawan, Rizza. 2002. Pendugaan Densitas Ikan Dengan Sistem Akustik Split Beam Serta Hubungannya dengan Kondisi Suhu dan Salinitas di Perairan Teluk Tomini, Sulawesi Tengah. Skripsi. Insitut Pertanian Bogor. Bogor
Hodges, Richard P. 2010. Underwater Acoustics: Analysis, Design and Performance of SONAR. John Wiley & Sons, Ltd: United Kingdom
Imron m. 1997. Pengaruh Pemakaian Lampu Dan Rumpon Terhadap Hasil Tangkapan Jaring Insang Lingkar Yang Dioperasikan di Perairan Pelabuhan Ratu. Thesis. Program Studi Teknologi Kelautan. Program pascasarjana. IPB : Bogor
Johannesson, K. A, dan R.B. Mitson. 1983. Fisheries Acoustics: A Practical Manual for Aquatic Biomass Estimation. FAO: Roma
Kautsar et all.2013.Aplikasi Echosounder HI-Target 370 Untuk Pemeruman di Perairan Dangkal.Jurnal Geodesi. Volume 2, Nomor 4.Universitas Diponegoro:Semarang
Lurton, Xavier. 2002. An Introduction to Underwater Acoustics: Principles and Applications. Praxis Publishing, Ltd. UK
Mac, Lenan and Simmonds.1992.Fisheries Acoustics Theory and Practice. Oxford : Blackwell Science
Manik, Henry M. 2006. Pengukuran Akustik Scattering Strength Dasar Laut Dan Identifikasi Habitat Ikan Dengan Echosounder. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/25184/Prosiding_seminar_perikanan_tangkap-14.pdf. diakses pada 27 Oktober, pukul 08.30 WIB
Marine inside. 2013. Echosounder atau Perum Gemahttp://marineinside.wordpress.com/2013/05/16/echosounder-atau-perum-gema/. Diakses pada 27 Oktober, pukul 08.00 WIB
Marwanto. 2011. Laporan Akustik Kelautan. http://marwantopsp.blogspot.com/2011/12/laporan-praktikum-akustik-kelautan_8055.html. diakses pada 27 Oktober 2013, pukul 08.15 WIB
Natasasmita, Dias, dkk. 2012. Laporan Resmi Praktikum Akustik Kelautan “Echosounder”. http://diveradios.files.wordpress.com/2011/05/laporan-akustik-kelautan-echosounder.docx. diaskes pada 27 Oktober 2013, pukul 08.15 WIB
Noorjayantie, Roshyana Wahyu. 2009. Pengukuran Acoustic Backscattering Strength Dasar Perairan Selat Gaspar Dan Sekitarnya Menggunakan Instrumen Simrad Ek60. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Poerbandono, eka. 2005. Survei hidrografi. PT. Refika : Bandung
Raharjo, Sugeng. 2002. Pendugaan Densitas Ikan Dasar (Demersal Fish) dengan Metode Akustik di Perairan Selat Bali pada Musim Timur. Skripsi. Insitut Pertanian Bogor. Bogor
Robert, Ang. 1997. Buku  Pintar  Pasar  Modal  Indonesia. Mediasoft Indonesia: Jakarta.
Salem. 2012. Laporan Akustik Kelompok 2http://wwwmeris-salem.blogspot.com/2012/01/laporan-akustik-kelompok-2.html. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2013, pukul 08.00 WIB
Susandi, Feri. 2004. Pendugaan Nilai dan Sebaran Target Strenght Ikan Pelagis Di Selat Makasar Pada Bulan Oktober 2003. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Urick, J. Robert.1983. Principles of underwater sound. Mc GRAW-Hill.inc
Varina, Larasati, dkk. 2013. Makalah Alat Bantu dan Alat Ukur: Alat Pengukur Kedalaman Lauthttp://varina-larasati.blogspot.com/2013/01/makalah-alat-bantu-dan-alat-ukur-alat.html. Diakses pada 17 Oktober 2013, pukul 17.00 WIB
Vires,Gabriell dan Doug Nowacek. 2011. Echosounder Effects on Beaked Whales in the Tongue of the Ocean, Bahamas. Nicholas school of environment of duke university: USA
Wijaksana, Arief. 2008. Pengukuran Karakteristik Akustik Sumber Daya Perikanan Di Laguna Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Waldopo. 2008. Perairaan Darat dan Laut. Melalui (http://elcom.umy.ac.id/muallimin_muhammadiyah/file.php/1/materi/Gegrafi/Perairan%20darat%20dan%20laut.Pdf). Diakses pada 1 Okober 2013 pukul 15.00 wib

Xu, Guochang. 2010. Sciences of geodesy. Springer.

Nb: Untuk laporan full version, silahkan bisa diakses (download) di link berikut