Sabtu, 15 November 2014

Harapan dalam Kebersamaan, untuk Memerdayakan


1.  Pengamen: Penengah keadan (Pr)
2.  Penjual Koran: Idealis, Pemimpi(Rk)
3.  Anak Sekolahan: Peragu, Pemimmpi (Nr)
4.  Setan 1: Provokator, Pemadam Harapan (Ls)
5.  Setan 2:: Pengritik, Pemadam Harapan (Hr)
6.  Setan 3: Pesimist, Pemadam Harapan (Er)
7.  Setan 4: Penyombong, Pemadam Harapan (Dn)
8.  Pejabat dan Eksekutif 1&2: Peremeh Keadaan (Yg, dan Hs)
9.  Malaikat 1, 2 & 3: Pembangkit Harapan (Yw, Ul, Am)

Pr: (Masuk , menyanyikan 1 bait lagu Tanah Air Beta atau Reff. Merawat Indonesia) Bahwasanya, manusia berada dalam kesia-sian, kecuali mereka yang beriman, mengerjakan kebaikan, dan yang saling mengingatkan tentang kebenaran dan kesabaran.
Rk: (Masuk setengah berlari) Wahai kawan……coba dengarlah! Dengarlah panggilan perjungan untuk bangsa, Perjuangan untuk wujudkan mimpi kita, mimpi semua.
Nr: (Masuk biasa) Ah, kukira......perjuangan bangsa telah lama berakhir, Sobat! Bersama gaung Sukarno pada proklamasinya, 68 tahun yang lalu!
Rk: (Menghampiri) Oh, tidak kawan. Bukankah Sukarno pernah berkata, Beri aku sepuluh pemuda, maka akan aku goncangkan dunia,
Nr: Jadi, kamu ingin menjadi satu dari sepuluh pemuda itu?
Rk: Tidak, kawan......akulah yang akan menjadi Sukarno itu sendiri, mewarisi semangat juangnya. Semangat juang negarawan, menjadi pahlawan meski tiada dikenang.
Dn: Tidak mungkin......(Berteriak dari luar) Tak mungkin mimpi itu nyata dengan semua kondisimu! Pungguk cukup merindukan perdu saja! Pungguk kok rindu dipeluk bintang!
Hr: Hahaha.....coba tengok keadaanmu, Kawan!... ...keadaan kita!... .. begitu penuh lubang dan luka yang menganga!
Ls: Bagaimana bisa, orang seperti kamu, orang seperti kita, menjadi pahlawan bangsa
Er: Lihat... kita hanya mampu berjalan sampai di sini.
Dn: Dan apa yang bisa dilakukan oleh orang seperti kita?
Rk: Ah, tidak! Langkah kita masih amat jauh kawan! Langkah untuk menjadi negarawan ‘tuk merawat keberdayaan bangsa! Juangkan mimpi ‘tiap insan!
Ls: Kalian itu hanya Penjual Koran, dan anak sekolahan yang papa
Hr: yang hanya bisa membual tentang mimpi...Tanpa ada perwujudan
Pr: (menyanyi Reff I can’t be perfect 1 kali)
Hr: Lihat! Pengamen saja tahu bahwa kita tidak sempurna (sambil berjalan mendekati Pri dan Duduk di sampingnya)
Er: Dan tahu... kita hanya bisa duduk...diam...melihat...dan mendengarkan (Menyusul Hr)
Nr: Tapi... akan kemana Indonesia bila pemuda nya berprinsip seperti ini?
Rk: Kita, perlu bangkit dalam kebersamaan..... kita perlu bergerak dalam perjuangan..... dan kita perlu bersama, untuk memberdayakan.....
Dn: Namun sebelumnya kita juga perlu makan.....Tanpa makan kita tak bisa berdiri, tanpa makan kita tak bisa berpikir, tanpa makan kita tak bisa melanjutkan mimpi.
Ls: Dan kita perlu uang untuk makan....kita perlu uang untuk hidup...Uang memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang!
Rk: Tidak! Impian kita ini haruslah menyala, dengan segala yang kita miliki, meski itu retak-retak. Sebab impian adalah kenyataan di masa depan.
Nr: Aku tahu, meski jauh dalam hati...mimpi ini hanya ingin wujudkan mimpi semua orang
(Diam sejenak
Hs: (Berjalan masuk) Hai, orang besar! Lihatlah! Ada tontonan indah di sini! Tontonan yang pasti tak ingin kau lewatkan
Yg: (Masuk) Tontonan apakah gerangan, wahai yang mengaku wakil bangsa! Seindah apa hingga kau rela meninggalkan permainan uang kita>
Hs: Lihatlah! Dengarlah! Bualan mimpi dari para orang miskin ini! Tak sadarkah mereka, tak ada tempat bagi mereka.
Yg: Biarlah, biarkan saja mereka dengan angan kosong mereka. Tinggalkan saja!
Hs: Aku tiada tahan wahai orang besar! Untuk menghampiri mereka di sini, mendengar bualan mereka, dan melihat mimpi-mimpi mereka jatuh dan yang tersisa hanya kosong belaka.
Yg: Ah, aku saja bosan dengan orang-orang seperti mereka yang bertebaran di negeri ini.
Hs: Sudahlah, mari kita pergi. Masih banyak permainan uang yang harus kita lakukan. Kita tinggalkan saja mereka dengan bualan mimpinya.
(Yg&Hs melangkah keluar, suasana diam sejenak)
Ls: Lihat! Lihatlah orang yang seharusnya ikut membangun negeri ini! Mereka melupakan kita! Mereka hanya peduli dengan uang mereka! Masihkah kau tak sadar? (Menyusul Hs)
Dn: Bahwa mimpimu hanyalah bualan, dan dengan keadaanmu ini kau tak akan mampu menjadi apapun
Pr: (Lagu sedih)
Am: Harapan itu masih ada, Sobat!
Yw: Ya, harapan itu masih ada! Ia masih tetap bersemai di sini, di dalam hati ini.
Ul: Dan harapan kita masih akan terus bersemi, lalu ia akan mengakar kuat dalam sanubari
Am: Kita hanya harus percaya saja, kawanku!
Yw: Percaya pada mimpi-mimpi kita, pada sahabat-sahabat kita, pada orang yang kita sayangi
Ul: Dan percaya pada Tuhan kita, Allah Yang Mahakuasa
Hr: Kalian tahu apa tentang percaya! Tahu apa tentang semua kenyataan di dunia!
Am: Kita memang tak tahu apa-apa, namun tak berati kita tak bisa melakukan apa-apa
Yw: Mari kawan, mari kita bangkit bersama. Hidupkan harapmu, nyalakan asa mu, kuatkan jiwamu
Ul: Lalu biarkan mimpimu terbang, lepaskan beban, dan berlarilah, genggam anganmu
Am: Kita di sini akan terus bersama, sebab mimpi besar hanya akan nyata bersama orang-orang yang besar yang berjuang bersama
Yw: Dan tak ada yang tak mungkin di dunia ini bila Allah bersama kita

Usahakan sudah sampai di pinggir panggung
 
Ul: Jadi, tegarkan jiwamu, tegakkan ragamu, kuatkan imanmu.
Am: Langkahkan kakimu, gerakkan tanganmu, bebaskan pikirmu.
Yw: Dengarkan hatimu, raih mimpimu, dan kita perindah dunia
Ul: Kini, biarkan para pembunuh harapan berkicau sesuka mereka. Namun, jangan biarkan mereka racuni hatimu.
Yw: Kini, hanya ada kamu,dan para sahabatmu yang akan mengawal mimpi-mimpi kita. Mimpi dan harapan ‘tuk mengawal dunia menuju gerbang keindahannya
Am: Bahkan bila kamu yakin, orang-orang besar akan sadar...bahwa keadaan bukan untuk ditangisi atau ditertawakan. Tapi untuk diselamatkan dan dihidupkan.
Hs: Sebab, yang terpenting bukanlah mimpi kita, namun bagaimana mimpi kita bisa mewujudkan mimpi-mimpi yang lain
Yg: Mimpi-mimpi yang akan mewarnai dunia.
Dn: Dan mungkin, juga akan mampu membungkam cemooh kesombongan
Ls: Jadikan luka bagai kenangan
Hr: Ubah kritikan jadi cambukan
Er: Dan akan sanggup bangkitkan semangat dalam jiwa manusia.
Rk: Ya, aku tahu......mungkin semua ini akan mustahil bila aku sendiri. Namun aku yakin kawanku, bila kita bersama, dengan segala yang kita punya, mimpi apa pun akan jadi nyata.
Nr: Bukan hanya mimpi kita, namun juga mimpi bangsa.
Yg: Bangsa kita tak butuh mimpi besar, wahai pemuda.
Hs: Bangsa kita cukup dengan mimpi kecil, namun dimiliki oleh semuanya.
Pr: Yakni mimpi untuk merawat Indonesia, harapan dalam kebersamaan, untuk memberdayakan.
(Song End)

Pri: (Epilog)

Psycho #1

Udah lama nggak, bikin postingan. Akhirnya kangen juga. Kali ini ane bakal nulis ulang cerpen lama ane. Boleh dibilang horror, sih.....meski ane mnggolongkannya ke dalam drama tragis. Karena cerpen inilah ane sadar aliran fiksi ane. Yup, aliran fiksi yang gelap dan tragis. Langsung aje dah. Berharap ane bisa enteng setelah memposting tulisan gujis ini.

Psycho #1
           
            Sosok wanita itu tersenyum padaku. Di tengah himpitan dunia yang begitu tajam ini mustahil senyum itu merupakan senyuman yang tulus. Namun, mengapa senyum itu tertuju padaku? Yang aku yakin jika aku bercermin akan nampak sosok tokoh wayang bernama Buto Cakil di sana.

            Wanita itu kembali tersenyum padaku. Ah... seandainya terjadi hujan racun, pastilah akan menjadi madu. Bukan......maksudnya bukan berubah jadi hujan madu, tapi racun itulah yang akan menjadi madu. Tapi aku masih ragu, akankah ia nyata?

            “Yes, Boy! I’m real, and I really do love you. I wish you can be my boyfriend. You want it too, don’t you?”

            Agh....tertambah bahasa asing. Sesaat aku merasa seakan masuk ke dalam lorong waktu dan terlempar ke masa Eropa menguasai dunia timur. Dan wanita itu ialah jelita eropa yang sedang berjalan menikmati lanskap alam yang begitu megah di alam timur. Lalu ia bertemu pemuda kotor yang dalam pandangannya pastilah seperti sosok putra dewa. Padahal tak lebih dari sosok iblis.

           “Umm..... cinta..... Kau bilang cinta..... tapi apa kau tahu arti cinta itu sendiri?” tanyaku sangsi.

           “Well, yes. Sepertinya kau masih tak suka dengan gaya bahasaku. Baiklah aku akan bercakap dengan menggunakan bahasamu.”

            Kami terdiam sejenak.

            “Jadi, kau sendiri yang pernah bilang, bahwa cinta bukanlah rasa untuk ingin memiliki, menyayangi, membelai, dan memandangi, namun cinta adalah rasa untuk melindungi. Dan cinta yang sejati ialah cinta yang beralas, berdinding, berpilar, beratapkan kecintaan dan keridlaan pada Yang Mahacinta. Aku ingin belajar itu darimu. Dan aku ingin menjadi sosok yang akan selalu kau lindungi.”

            “Ah, bisa apa aku melindungimu? Aku bahkan tak mampu melindungi diriku sendiri darimu dan godaanmu.”

            “Hegh, kau berkata seolah-olah kau ini cinderella pria dan aku pengeran wanita. Jujurlah, apa yang membuatmu tak bisa menerimaku? Apa yang membuatmu tak memiliki rasa cinta yang sangat kau mengerti artinya itu?”

            Aku diam. Dia menunggu.

            “Yah, tak ada.......,” jawabku enteng.

            “Tak ada bagaimana maksudmu?”

            “Entahlah.”

            “Please, jangan bercanda. Aku telah tersesat jauh. Aku telah banyak mengenal pria dan aku telah sering memberi cintaku pada mereka. Dan cintaku itu adalah seluruh hidupku. Jiwaku dan ragaku. Lalu mereka pergi dan habislah cintaku. Kemudian kau datang dan mengisi pundi cintaku kembali. Jadi, salahkah aku bila mencintaimu dan berharap kita saling bersatu, saling mencintai? Aku yakin kau juga begitu bukan?”

            “Huft..... Kau ini..... Mengapa kau bisa mencintaiku? Mengapa kau juga yakin aku mencintaimu pula?”

            “Kau bilang aku indah, sedang kebanyakan pria mengatakan aku ini cantik. Kau melihatku dengan cara berbeda dengan manusia yang lain. Dan dari tatapanmu yang sayu, mendayu, dalam, teduh, dan melindungi. Seakan kau ingin berkata bahwa kau akan melindungiku, layaknya ucapanmu bahwa cinta adalah untuk melindungi.”

            “Benar juga..... Memang kau ini indah. Kau juga wanita yang memerlukan perlindungan......”aku berhenti sejenak, memikirkan sesuatu.
“Jadi, maukah kau kemari untuk membuktikan cintamu?”

            “Ah..... akhirnya kau mengerti. Baiklah. Aku datang untukmu. Aku padamu. Kuserahkan seluruhku padamu.........,”

            “Seluruhmu padaku?”

            Aku terhenyak. Kata-kata itu tiba-tiba berubah menjadi ribuan anak panah beracun yang menghujam jantungku. Aku sudah menduga wanita itu akan berkata seperti itu, tapi aku menafikkan diri. Namun aku tak menunjukkn keterkejutanku.

            Wanita itu semakin dekat denganku.....dan aku pun semakin yakin dengan keputusanku yang akan kuambil. Wanita itu semakin dekat menyerahkan diri padaku. Sedangkan aku......
            “Kau salah. Seharusnya kau tak menyerahkan seluruhmu padaku. Cinta bukan penyerahan diri pada sesama makhluk, namun kepada Sang Pemilik Makhluk. Kau masih salah mengerti.”

            Wanita itu berhenti tepat di depanku. Menatapku tak percaya. Wajahnya menahan sakit yang teramat sangat.
            “Mengapa? Mengapa kau lakukan ini padaku?”
            Aku menatapnya dingin.

            “Bukan aku, kau sendiri yang melakukannya. Kau bilang mencintaiku, sementara aku tak mencintai siapa pun selain Tuhanku. Seharusnya jika kau mencintaiku, kau juga mencintai Tuhanku, dan menyerahkan seluruh dirimu kepada-Nya, bukan kepadaku.”

            Wanita itu merintih.
“Jadi, hanya karena itukah kau tega menusukkan belati itu padaku?”

            Aku terdiam. Menatap matanya kosong.
            “Kau berbohong padaku dan tidak mencintai Tuhanku. Aku hanya akan mencintai orang yang juga mencintai Tuhannya, dan ia hanya akan memberikan dirinya pada Tuhan yang dicintainya. Bukan  padaku. Sedangkan kau tidak begitu. Kau berkata bahwa kau mencintaiku dan bersedia meninggalkan jalan sesatmu. Tapi kau malah ingin kembali menyerahkan dirimu, hidupmu, dan seluruhmu padaku. Seperti yang kau lakukan pada pria-pria lain sebelumku. Kau pikir aku suka?”

            “Tapi.....tapi.....bukankah masih ada kesempatan bagiku untuk kembali ke jalan-Nya? Mengapa kau tak memberi kesempatan itu padaku?”

            “Benar, memang ada. Tapi kau juga telah membuangnya tadi. Wanita sepertimu akan sulit untuk benar-benar kembali ke jalan-Nya setelah terlalu lama berkubang dalam lumpur. Sebentar kau bersamaku, setelah bosan kau pasti akan berpaling dan kembali lagi ke kubangan lumpurmu. Jadi, maafkan aku.......dan selamat tinggal. Aku hanya ingin membersihkan dunia ini dari orang-orang sepertimu.”

            Aku menancapkan belatiku lebih dalam di dadanya. Lalu wanita itu limbung. Ia mengerjap, meniti tali antara kehidupan dan kematian. Matanya membelalak, antara menahan sakit dan mungkin, memandangku marah. Seiring waktu ia semakin melemah. Akhirnya ia berhenti dan terkulai lemas di depan kakiku, dengan mata terbuka dan mulut ternganga. Kucabut belatiku dari dadanya. Darah hitam terpancar keluar dari luka itu. Kubersihkan belati suciku dengan gaun merah yang dipakai wanita itu.

Aku memandangnya sejenak. Tapi lalu kutinggalkan juga akhirnya dengan darah hitam menggenanginya. Rasa kecewa menyelimutiku, tapi tak kusangkal ada rasa puas di sana. Satu jiwa kotor telah hilang, dan jiwa yang lain telah menunggu untuk dibersihkan.


۞        ۞        ۞